Pada Mei 2025, Menteri Israel, Itamar Ben-Gvir, mengeluarkan perintah kontroversial bagi Panglima Militer Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, untuk melakukan pengepungan total terhadap Jalur Gaza. Perintah ini mencakup penghentian semua pasokan bantuan kemanusiaan dan membiarkan warga Gaza menghadapi kelaparan. Ben-Gvir menegaskan bahwa Israel tidak perlu mengatasi kelaparan yang melanda wilayah tersebut.
Latar Belakang Konflik
Konflik antara Israel dan kelompok Hamas di Gaza telah berlangsung lama, dengan eskalasi signifikan pada Oktober 2023 ketika Hamas melancarkan serangan besar-besaran yang mengakibatkan lebih dari 1.200 warga Israel tewas dan ratusan lainnya disandera. Sebagai respons, Israel melancarkan serangan udara dan darat ke Gaza, yang menyebabkan ribuan kematian di pihak Palestina dan menghancurkan infrastruktur penting.
Perintah Mengejutkan dari Ben-Gvir
Pada Mei 2025, Menteri Zionis Israel Ben-Gvir mengeluarkan perintah yang mengejutkan publik. Ia memerintahkan Panglima Militer Israel untuk mengepung Gaza sepenuhnya, menghentikan semua pasokan bantuan kemanusiaan, dan membiarkan warga Gaza menghadapi kelaparan. Ben-Gvir menyatakan bahwa tujuan dari tindakan ini adalah untuk memaksa Hamas menyerah dan membebaskan sandera-sandera Israel.
Reaksi Internasional
Perintah Ben-Gvir menuai kecaman keras dari berbagai kalangan internasional. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa blokade total dapat menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah. PBB menyatakan bahwa tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum internasional, khususnya Konvensi Jenewa yang melarang penggunaan kelaparan sebagai senjata perang.
Dampak Kemanusiaan
Sejak diberlakukannya blokade, situasi di Gaza semakin memburuk. Laporan dari berbagai organisasi kemanusiaan menunjukkan bahwa ratusan warga Gaza telah meninggal akibat kelaparan dan kurangnya akses ke perawatan medis. Rumah sakit-hospital menghadapi kesulitan besar dalam merawat pasien karena kekurangan obat-obatan dan peralatan medis.
Tanggapan dari Pemerintah Israel
Israel membela keputusan Ben-Gvir, menekankan bahwa langkah tersebut diperlukan untuk meredam ancaman Hamas dan melindungi warga negara. Namun, banyak pihak dalam negeri, termasuk beberapa anggota parlemen, mengkritik kebijakan tersebut sebagai langkah yang terlalu ekstrem dan tidak manusiawi.
Perspektif Hukum Internasional
Para ahli hukum internasional menilai bahwa perintah Ben-Gvir berpotensi melanggar berbagai konvensi internasional. Penggunaan kelaparan sebagai senjata perang dilarang oleh Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan I tahun 1977. Selain itu, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai bentuk kolektif hukuman terhadap warga sipil, yang juga dilarang oleh hukum internasional.
Proses Diplomatik yang Terganggu
Perintah ini juga menghambat upaya diplomatik untuk mencapai gencatan senjata. Negosiasi yang dimediasi oleh negara-negara seperti Mesir dan Qatar terhenti karena keteguhan Israel dalam mempertahankan blokade dan menolak memasukkan bantuan kemanusiaan. Hal ini memperburuk ketegangan di kawasan dan meningkatkan ketidakpercayaan antara pihak-pihak yang terlibat.
Pandangan Masyarakat Sipil
Di dalam Israel, banyak kelompok masyarakat sipil dan organisasi hak asasi manusia yang menentang kebijakan Ben-Gvir. Mereka berpendapat bahwa tindakan tersebut tidak hanya melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan, tetapi juga dapat memperburuk citra Israel di mata dunia internasional. Beberapa demonstrasi dan aksi protes telah digelar untuk menuntut perubahan kebijakan.
Kesimpulan
Perintah Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, untuk mengepung Gaza dan membiarkan warganya mati kelaparan merupakan langkah yang kontroversial dan mendapat kecaman luas dari komunitas internasional. Tindakan ini menyoroti tantangan besar dalam upaya mencapai perdamaian dan keadilan di kawasan Timur Tengah. Penting bagi semua pihak untuk menghormati hukum internasional dan mencari solusi yang mengutamakan kemanusiaan dan perdamaian.